Blogger Jateng

Syarat Agar Punya Anak Saleh Salehah

[Bagi anda yang mau menikah, yang belum menikah atau masih jomblo juga boleh. Atau yang sudah menikah dan tengah mempersiapkan kehadiran seorang anak]

Mempunyai anak shaleh shalehah adalah dambaan setiap orangtua. Terlepas dari fakta apakah orangtua yang baik atau yang kurang baik, tetap saja semua orang menginginkan punya anak yang shaleh shalehah.

Kategori shaleh shalehah sering disebutkan sebagai anak yang berbakti pada orangtua, agama, nusa dan bangsa. Sebagaimana lumrah terdengar dalam doa secara umum di acara hajatan khitanan, syukuran kelahiran, atau acara ulang tahun.

Keinginan memiliki anak shaleh shalehah semata bukan tanpa alasan. Salah satunya, anak shaleh shalehah adalah garansi orangtua untuk mendapatkan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Peran anak shaleh shalehah amat berharga bagi keselamatan orangtua. Kelak di hari kiamat, saat diminta pertanggungjawaban atas amal perbuatan, anak shaleh shalehah tentu akan meringankan beban pertanggungjawaban orangtua di hadapan Allah. Doa-doa anak  shaleh shalehah dibutuhkan orangtua baik ketika orangtua masih hidup maupun sudah meninggal dunia. Dalam keterangan dari Nabi Muhammad Saw juga demikian. Bahwa segala anak anak adam terputus amalnya oleh kematian kecuali tiga hal, salah satunya adalah doa anak shaleh kepada orangtuanya. Ibarat kata, doa anak shaleh adalah investasi jangka panjang hatta orangtua telah meninggal sekalipun.

Masalahnya, mempunyai anak shaleh bukan hal yang mudah. Ada banyak faktor yang memengaruhi perkembangan anak. Di antara faktor itu pertama, pendidikan anak. Sejak dini anak diajarkan dan dididik hal baik, terutama berhubungan dengan dasar pengetahuan dan perilaku agama, seperti shalat dan membaca Alqur'an. Dalam hal ini, pengetahuan agama sangat penting dalam menentukan shaleh atau tidaknya seorang anak. Di samping pengetahuan, yang kedua adalah pembiasaan praktik agama. Anak bukan hanya diajarkan dan diperintahkan tetapi diajak untuk melaksanakan praktik agama seperti shalat atau mengaji. Dengan pembiasaan seperti ini lambat laun akan melembaga mendarahdaging menjadi karakter anak hingga di kemudian hari ia menjadi dewasa.

Yang ketiga adalah teladan atau contoh dari orangtua dan lingkungan. Pembelajaran saja tidak cukup. Mereka, anak-anak, cenderung mencari referensi untuk ditiru. Pada kondisi inilah dibutuhkan keteladanan terutama dari kedua orangtuanya. Tegasnya, anak tidak bisa hanya disuruh melaksanakan shalat, akan tetapi orangtua yang memberikan contoh kepada anak dalam melaksanakan shalat.

Keempat, yang tak kalah pentingnya adalah makanan yang halal. Faktor ini sangat penting. Sebab makanan adalah darah yang menggerakan badan secara keseluruhan. Jika anak dinafkahi dari barang haram maka akan sulit menjadikan anak shaleh shalehah. Yang termasuk kategori halal juga adalah bersih. Dalam arti meskipun rejeki yang didapat itu halal namun belum dizakati atau disedekahi itu dimaksud rejeki yang masih kotor. Artinya, rejeki yang didapat meski dari jalan halal tetap harus dibersihkan melalui zakat atau sedekah. Supaya harta yang dimakan keluarga terutama anak betul-betul bersih dan baik bagi perkembangan mental dan akhlak mereka, bagi kesehatan lahiriah dan bathiniah mereka.

Kelima, disiplin mendidik. Anak yang shaleh shalehah tidak didapat secara instant. Butuh kedisiplinan pula dalam mendidik, juga kesabaran. Teori-teori mendidik baik secara ilmu psikologi maupun ilmu pendidikan tentu harus diterapkan dengan ketat. Misalnya saja bagaimana memosisikan diri sebagai orangtua antara memanjakan anak, memarahi anak, menghardik anak, dan lain sebagainya. Peran ini harus diambil oleh orangtua. Ibu adalah figur yang paling dekat dengan anak, dan ibu harus sebisa mungkin merepresentasikan manusia baik yang lambat laun ditiru dan digugu oleh anak. Peran adanya pengasuh anak, seperti tren masyarakat industri, tak dapat menggantikan urgensi kehadiran ibu dan ayah dalam pendidikan seorang anak. Ini juga yang, oleh banyak ahli pendidikan, disebut sebagai sekolah pertama, yaitu keluarga. Keluarga adalah institusi non formal pendidikan bagi anak. Banyak anak yang dianggap 'gagal' disebabkan oleh mandulnya peran keluarga dalam mendidik. Kecuali upin ipin, banyak fakta kehancuran masa depan anak dinulai dengan kehancuran rumahtangga ayah ibu yang berakibat terlantarnya proses pendidikan anak. Meski beberapa kasus lain ada yang bisa mengatasinya dengan baik.

Faktor terakhir, menurut saya, adalah genetik dari orangtua. Itu artinya seperti kata pepatah; mangga jatuh tak jauh dari pohonnnya. Jika kita menghendaki anak kita menjadi anak shalehah maka mari bertanya, apakah kita sendiri termasuk anak shaleh terhadap orangtua kita. Kalau belum jawabannya maka sebaiknya segera perbaiki, agar sejarah itu tidak dilalui juga oleh anak-anak nanti. Dalam frame faktor terakhir juga saya berpandangan bahwa membuat anak shaleh shalehah harus dimulai sejak ayah dan ibunya remaja (baca: akil baligh) bukan melulu sejak ayah dan ibunya menikah. Saya pikir itu sedikit terlambat meski masih dapat diperbaiki.

Sekian dulu semoga bermanfaat!