Aliran Tarekat adalah Jalan tasawuf yang muktabarah dalam menemukan Tuhan, dan Mursyid adalah guru mulia melebihi ustadz atau syaikh dalam pemahaman umum atau dalam ranah syariat. Tetapi ada juga yang tidak muktabarah, yaitu yang silsilahnya tidak sampai kepada Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam.
Dalam tarekat dikenal yang namanya mursyid. Secara bahasa bermakna penunjuk jalan atau penuntun pada jalan kebenaran. Mudahnya, mursyid berarti guru mulia.
Posisi mursyid sangat penting sebagai satu-satunya guru dalam satu aliran tarekat dan tidak dapat diduakan. Ketika sang guru itu mangkat, maka akan digantikan oleh muridnya yang terbaik yang ditunjuk langsung oleh sang guru sebagai pengganti. Penunjukkan itu dilakukan baik secara lahiriah maupun secara bathiniyah.
Kata-kata guru atau petuah guru adalah kebenaran yang harus dipatuhi oleh muridnya tanpa terkecuali. Sebab apa yang dikatakan sang guru adalah petunjuk dari Allah Swt yang tentu selaras dengan ajaran dan kandungan ayat Allah maupun Hadits Nabi. Maka mengingkarinya adalah kekeliruan yang dapat berakibat fatal bagi perkembangan pencarian seorang murid terhadap Tuhan. Lebih dari itu, petuah sang guru selalu berdasarkan pengalaman pribadi spiritual sang guru itu sendiri.
Dalam sejarahnya, seorang Jalaluddin Rumi hingga memajang gambar gurunya di ruang khalwat beliau dengan tujuan agar selalu takdzim dan selalu ingat akan semua ajaran dan petuah gurunya itu.
Berikut adalah beberapa ciri dari seseorang yang sudah mencapai level mursyid. Pertama, taat pada syariat. Seorang mursyid adalah orang yang paling taat menjalankan syariat. Tidak mungkin ia disebut mursyid jika dalam keaehariannya masih melanggar syariat, seperti meninggalkan shalat, tidak melaksanakan zakat, dan lain sebagainya. Lebih dari sekedar melaksanakan, nampaknya sang mursyid selalu memperhatikan akhlak dalam beribadah. Misalnya saja, selalu melaksanakan shalat di awal waktu, melaksanakan puasa disertai puasa lisan atau puasa hati.
Kedua, melakukan tirakat. Tirakat sendiri secara harfiah bermakna "meninggalkan". Dalam ilmu tarekat dikenal dengan macam-macam tirakat diantaranya, tirakat perut, tirakat mata, tirakat ibadah meninggalkan maksiat, tirakat hati. Keempat tirakat itu dilaksanakan secara berbarengan. Semua itu dilakuakan demi mencapai derajat hakekat dan makrifatullah.
Itulah ciri-ciri secara umum dari eksistensi seorang mursyid dalam sebuah aliran tarekat. Lebih dari itu, ada beberapa ciri lain yang, bisa dibilang, tidak masuk akal.
Pertama, memiliki ilmu kesaktian tingkat tinggi. Ini secara otomatis datang dari Allah sebagai anugerah hasil dari riyadloh sang guru. Meski pada dasarnya semua ibadah hanya ditujukan untuk mendapatkan ridho Allah, bukan untuk mendapatkan kesaktian.
Kedua, kata-katanya selalu menjadi kenyataan. Apapun perkataan sang mursyid adalah hasil kasyaf sehingga wajar jika yang dikatakan sang mursyid selalu menjadi kenyataan.
Ketiga, tidak terkenal bak artis atau orang-orang besar. Di zaman sekarang, waliyullah cenderung menyembunyikan diri. Istilah "nyamuni dina caang" adalah adagium dari perilaku waliyullah, bersembunyi dalam keramaian.
Keempat, anak shaleh yang banyak. Bukan saja pada manusia, keluarga, tetangga, lingkungan dan umat, tetapi juga pada tumbuhan dan hewan. Itu sebabnya ada juga yang mengatakan bahwa waliyullah selalu ditandai dengan banyaknya peliharaan, terutama peliharaan tertentu yaitu ayam.
Kelima, berpenampilan biasa. Sebagai efek dari sikap menyembunyikan diri, itu juga tampak dari penampilan. Tidak mencolok dan tidak berlebihan. Jika pun berbaur dengan orang-orang, ia tidak akan disangka sebagai Waliyullah terapi disangka layaknya orang biasa saja.
Demikian kiran