Modernisasi Pendidikan Pesantren Dalam Potret Dinamika Pemikiran Keislaman--[Tulisan ini tidak pernah dimuat dimanapun meski ditulis pada akhir 2008 saat pengerjaan skripsi. Kini Didokumentasikan secara pribadi saja dan semoga bisa dinikmati oleh pembaca]
Dinamika pemikiran keislaman dalam konteks Indonesia tak dapat sepenuhnya lepas dari peran dan eksistensi lembaga bernama pesantren. Keterikatan keduanya begitu erat. Sebab pesantren hingga hari ini masih dipercaya dan diyakini sebagai lembaga pendidikan yang berhasil membangun tradisi pemikiran keislaman yang dinamis (M. Ali Hasan & Mukti Ali, 2003:97). Sebab dari pesantren pulalah lahir banyak tokoh besar Islam tanah air.
Tulisan ini, setidaknya, hendak ditengok peran pesantren, terutama pesantren yang disebut modern dalam sumbangsihnya bagi pengembangan atau dinamisasi pemikiran keislaman di Indonesia.
Dalam banyak fakta, pesantren modern mampu membangun karakteristiknya sendiri. Penekanannya pada, sebagiannya, penguasaan bahasa asing dan terintegrasikannya ilmu agama dengan ilmu umum di satu sisi menjadi modal bagi berkembangnya pesantren modern. Sementara di sisi lain, keterbukaan sistem dan manajemen modern memungkinkan adanya proses pembaruan di tubuh pesantren modern. Dari itu secara otomatis akan membuka akses pengetahuan dan informasi yang lebih luas bagi warga pesantren terutama santri. Akses santri tak terbatas melulu pada literatur arab klasik tetapi juga barat kontemporer. Efek positif yang timbul kemudian, dinamika perubahan zaman yang digodok dalam keilmuan Islam makin membentuk cakrawala pemikiran yang matang dan tidak sempit. Nah, dalam model pendidikan pesantren yang seperti ini kaum intelektual muslim semestinya dilahirkan (Irwan Abdullah, dkk., 2008:01).
Sebenarnya ada dua institusi saat ini yang dilihat sebagai rahim dari para intelektual muslim. Pertama, pesantren. kedua, perguruan tinggi, terutama IAIN. Para alumnus pesantren yang kemudian menukangi pelbagai kajian di perguruan tinggi merupakan embrio perkembangan intelektual tersebut. Berapa banyak pribadi yang dicetak dari tradisi intelektual semacam itu. Bahkan secara kelembagaan dapat disebut eksistensi lembaga yang konsen dalam pemikiran dan kajian islam progresif semisal LKiS, Lakpesdam NU, LP3M, dan masih banyak lagi yang di dalamnya diisi oleh anak-anak muda progresif dalam bidang pemikiran keislaman.
Yang menarik adalah sintesa antara perguruan tinggi dan pesantren. Perguruan tinggi Islam kini melirik pesantren sebagai sebuah model alternatif. Karena itu, ada beberapa perguruan tinggi yang mengadopsi model pendidikan pesantren guna menunjang pendidikan di perguruan tinggi. Dan pada tataran praksisnya, perguruan tinggi itu juga tak kalah kualitasnya. Dengan sintesa ini dinamisasi pemikiran keislaman dipelihara dan dikembangkan untuk kemudian berwujud aksi nyata.
Modernisasi pendidikan pesantren, baik itu model integrasi atau konvergensi menjadi keniscayaan guna memelihara tradisi keilmuan di 'rahim' para intelektual muslim (baca: pesantren). Wallahu a'lam.