Dalam dunia pendidikan, proses pembelajaran di kelas adalah hal urgen. Bahwa pendidkan memang tidak melulu transfer of knowlege atau transfer ilmu pengetahuan itu benar. Ada banyak faktor lain di luar pembelajaran atau di luar kelas yang masih termasuk lingkup mendidik.
Akan tetapi ruang kelas dapat dikatakan sentral bagi pendidikan dimana segala sesuatu dimulai dan di akhiri di ruangan kelas. Sebab idealnya, meski pembelajaran dilakukan praktik langsung di luar kelas, ada baiknya pengabsenan, pengecekkan kelengkapan dan kesiapan tetap di lakukan di dalam ruangan yaitu ruang kelas.
Pada semua situasi itulah guru memegang peran sangat vital dalam pendidikan dan pembelajaran. Guru sebagai fasilitator yang memfasilitasi semua siswanya untuk mendapatkan pelajaran, untuk mendapatkan pengetahuan, dan untuk mendapatkan pencerahan atas persoalan pembelajaran yang tengah mereka jalani.
Guru juga sebagai motivator yang secara terus menerus memberikan motivasi agar siswa belajar dengan tekun dan giat. Terus memompa semangat anak untuk menemukan pengetahuan melalui penelaahan dan pencarian terhadap ilmu pengetahuan. Mendorong siswa agar pantang menyerah untuk terus mencoba hingga pembelajaran berhasil. Selalu membangun pikiran positif pada siswa yang semangatnya lemah dalam belajar. Memberikan pencerahan arah kemana pembelajaran agar memudahkan siswa mendapatkan pengetahuan yang tengah dipelajari.
Guru sebagai orangtua yang melihat siswa-siswinya sebagai anaknya sendiri di sekolah yang harus diperhatikan, harus diajari, harus diingatkan, harus diajak, harus diberi tahu, harus diluruskan, harus diberi penyadaran, harus dicerdaskan, harus dimatangkan emosinya, harus diperlakukan adil, harus diperlakukan dengan kasih sayang sebagai manusia.
Guru sebagai Artis yang sepak terjangnya selalu dipantau oleh siswa baik di dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Bahkan yang menjadi idola atau dibenci siswanya. Seperti halnya artis yang memiliki penggemar sekaligus hater. Seperti artis yang segala perkataan, perbuatan, pakaian, dan style nya ditiru oleh siswa. Ini masuk akal, sebab usia remaja adalah usia imitasi dimana seorang yang beru beranjak dewasa mencari jatidiri dengan cara salah satunya meniru role mode di hadapan mereka yaitu gurunya sendiri.
Oleh karena itu, kurikulum atau sistem pendidikan apapun tidak akan dapat menggeser apalagi menggantikan peran penting seorang guru. Lalu pertanyaan yang muncul adalah, guru seperti apakah yang ideal yang mampu menjadi yang terbaik bagi siswa-siswinya?
Ada beberapa indikator menurut penulis yang menjadi ciri dari guru ideal. Pertama, Menguasai bidang keilmuan. Luas wawasan keilmuan yang ia ajarkan. Atau bahasa mudahnya kesarjanaan guru itu linier dengan mata pelajaran yang ia ampu. Meski untuk menjadi mahir ada banyak cara selain kuliah akan tetapi gelar kesarjanaan adalah referensi paling valid yang menunjukkan kompetensi guru tersebut.
Kedua, Disiplin. Baik dari segi waktu mapun yang lainnya misalnya disiplin berpakaian, disiplin dalam mengerjakan pekerjaan, disiplin dalam mendidik siswa, disiplin dalam ibadah, disiplin dalam bertutur kata dan berperiku.
Ketiga, memiliki wawasan yang luas. Ini penting sebab pengetahuan mendasar atas bidang yang diajarkan guru saja tidak cukup. Perlu perluasan dan wawasan lain. Ini dalam rangka mengombinasikan pengetahuan dasar spesifik guru tersebut dengan kondisi kekinian zaman atau lumrah dibilang kontekstualisasi.
Keempat, Sikap adil. Sikap adil ini penting guna memastikan bahwa dalam pembelajaran seorang guru memperlakukan semua siswanya secara sama, adil dan merata. Guru tidak boleh mendiskreditkan siswa meski siswa tersebut dikenal nakal atau liar. Harus selalu berimbang dan bijak memutuskan. Tidak boleh ada istilah pilih kasih atau tebang pilih. Salah satu penyebab kecemburuan dan siswa merasa didzalimi adalah ketika seorang guru memperhatikan sebagian siswa dan mengabaikan sebagian yang lain. Atau memberi nilai secara cuma-cuma pada siswa tertentu dan mengabaikan siswa yang lain.
Kelima, mengedepankan logika dan dialog. Segala persoalan baik yang berkaitan dengan pelajaran di kelas maupun yang berkaitan relasi siswa guru di luar kelas hendaknya dilakukan atas dasar logika dan dialog. Tidak dibenarkan seorang guru menggunakan emosinya (mengabaikan logika) di kelas hingga tak terkontrol. Bagaimana pun kelirunya siswa di dalam lingkungan pendidikan (baca: kelas) tetap harus dihadapi dengan hati dingin dan tutur kata santun nan bijak. Kedewasaan dan kematangan seorang guru dibuktikan ketika dia mampu mengendalikan dirinya, membedakan antara logika dan emosi, membedakan kepentingan pribadinya dan kepentingan pendidikan siswa, mengalahkan egonya demi kebaikan.
Keenam, Sederhana dan apik. Indikator ini memang sedikit sulit dilihat. Memang bisa juga dilihat dari cara berpakaian yang apa adanya tidak berlebihan tetapi sopan, rapi, dan bersih. Kesederhanaan juga nampak dari makanan yang dimakan, kendaraan yang dipakai, atau tutur kata yang menyiratkan tawakkal / berserah diri kepada Tuhannya. Pada indikator ini juga sedikit akan nampak nilai keikhlasan seorang guru. Ikhlas selaras dengan sederhana dan apik. Tidak sembarangan memberikan pengajaran kepada siswa tanpa terlebih dahulu dipelajari dan didalami. Tidak sembarangan mengambil hak orang lain atau menerima sogokan dari pihak manapun. Sebab ada kesadaran mendasar pada guru macam ini yaitu bahwa profesi menjadi guru adalah pilihan satu-satunya dan menjadi ajang mengabdi pada agama, nusa, dan bangsa. Hingga dalam perjalanannya tak akan ditemukan riwayat korupsi uang sekolah, manipulasi uang siswa, manipulasi uang sekolah atau koperasi siswa, dan lain semacamnya
Ketujuh, Guru yang kata-katanya selaras dengan perbuatannya. Jika ia mengatakan "wahai anak-anak tolong rapikan pakaianmu" maka guru tersebut telah lebih dulu rapi. Atau ketika ia mengajak siswanya untuk melaksnakan shalat maka guru tersebut yang paling dulu mengambil air wudlu dan paling siap melaksanakan shalat.
Baru tujuh Syarat guru Teladan saja rasanya berat menjalaninya. Saya sendiri saja menyadari masih terus belajar untuk lebih baik lagi. Oya, satu lagi yang belum saya sebutkan bahwa artikulasi tujuh karakter atau indikator guru ideal atau guru teladan itu akan mengerucut pada statemen yang sama yaitu: "Guru tersebut akan banyak disukai oleh siswa". Yang saya rasakan sendiri dulu ketika di bangku sekolah, berawal dari rasa suka pada gurunya lalu merembet pada pelajarannya. Hingga pelajaran sepelik apapun yang disampaikannya akan dengan mudah dicerap atau jikapun sulit akan mau mempelajarinya dengan waktu ekstra hingga paham dan mengerti. Ya karena didasari oleh rasa suka itu tadi. Demikian dulu. Terimakasih. Wallahu a'lam.