Menjadi Guru kini dapat disebut profesi atau pekerjaan. Katakanlah seorang guru ketika ditanya apa pekerjaannya lantas ia menjawab saya bekerja sebagai guru. Begitu.
Lalu, bolehkah seseorang mengajar dengan mengharap imbalan? Apakah termasuk kategori ikhlas atau tidak? Nah mari kita bahas.
Pada dasarnya, setiap orang memiliki kewajiban untuk mengajar. Hal itu didasarkan pada asumsi yang kita sepakati bahwa mengajar otomatis berarti juga mendidik. Setidaknya, seorang muslim diwajibkan mendidik dirinya sendiri (thalabul ilmi), mendidik istri, dan mendidik anak-anaknya.
Kegiatan pendidikan atau pengajaran dapat dikategorikan sebagai sesuatu yang sakral dan urgen. Tanpa pendidikan manusia akan tetap berkubang dalam kegelapan dan kebodohan. Oleh karena itu, balasan atas proses pendidikan adalah pahala yang notabenenya tidak dapat diukur dengan mata uang atau jenis ukuran manapun di dunia. Baik pelajar (yang tengah belajar) maupun pengajar keduanya mendapatkan balasan pahala dari Allah. Itu pun jika dilandasi dengan keikhlasan. Sementara keikhlasan berdasar pada penyandaran seseorang atas perilaku atau aktivitasnya hanya kepada Allah semata bukan pada manusia atau yang lainnya.
Barkaitan dengan konteks ini, dalam pandangan penulis bergantung pada tiap individu yang menjalaninya. Di samping memang urusan keikhlasan adalah urusan hati masing-masing yang hanya diketahui oleh dirinya dan Allah saja. Oranglain di luar dirinya tidak akan tahu dan tidak akan dapat mengukur keikhlasan atau kemurnian hati seseorang dalam urusan ikhlas. Adapun honor atau reward yang kemudian diterima adalah konsekwensi logis dan halal selama seorang guru tidak menggerutu atau menuntut lebih dari kapasitas kemampuan sekolah atau pemerintah dalam memberi honor.
Menyentil sedikit tentang tuntutan para guru honorer yang tidak diangkat oleh pemerintah menjadi PNS itu adalah gambaran saya secara pribadi sebagai guru honorer. Sedikit berbeda karena dalam logika saya, pemerintah tidak wajib mengangkat guru honorer jika faktanya secara kualitas belum dapat memenuhi standar minimal. Pengecekkan kualitas tentu diatur dalam undang-undang misalnya saja ada loker CPNS khusus tenaga honorer yang tidak dapat diikuti oleh para guru selain honorer. Adapun lulus dan tidaknya, lagi-lagi bergantung pada individunya masing-masing.
Kemudian, tes yang dilakukan kepada para guru honorer juga adalah garansi bagi masyarakat bahwa anaknya dididik dan diajari oleh guru yang berkualitas. Dari itu dapatlah kita berharap ada perbaikan pendidikan yang pada akhirnya perbaikan generasi bangsa kedepan.
Ala kulli hal, saya secara pribadi merasakan sekali ketika bhakti atau abdi kepada negara dan pendidikan melalui jalur guru honorer belum sepenuhnya diperhatikan pemerintah. Namun jauh dari pikiran itu bahwa kehidupan wirausaha akan lebih luas peluangnya untuk sukses lebih besar dalam hal duniawi ketimbang hanya sebagai guru PNS. Besar harapan ada perubahan paradigma di kalangan guru bahwa menjadi honorer adalah pengabdian; menghidupkan pendidikan bukan menumpang hidup dalam dunia pendidikan.
Wallahu a'lam bisshawab