Blogger Jateng

Islam Nusantara On My Shot

Bismillahirrahmanirrahim

Belakangan ini isu Islam Nusantara menuai pro kontra. Menyusul munculnya pelbagai kelompok di Indonesia yang secara eksplisit ditandai aksi besar-besaran 212 dalam frame isu penggulingan Ahok. Selanjutnya, aksi-aksi tersebut beberapa kali terjadi mengatasnamakan Islam meski fakta hanya representasi kelompok--atau beberapa kelompok--islam saja.

Dalam konteks ini, secara pribadi penulis perlu menyampaikan pendapat dalam Islam Nusantara On My Shot. Meski secara keilmuan mungkin belum mumpuni sebab bukan pakai tafsir dan hadits, namun rangkaian pengetahuan, pengalaman, dan pengamalan yang melandasi sikap dan gagasan penulis berikut ini.

Berkaitan dengan fenomena itu, Islam Nusantara nampak ke permukaan dengan wajahnya yang keIndonesiaan seolah kontraperspektif dengan Islam 'Arab' yang juga menjadi tren di kalangan menengah atas. Saya katakan kalangan menengah atas, sebab mayoritas adalah kaum terpelajar mayoritas non pesantren memilih corak Islam yang kearab-araban itu.

Kaum santri, terutama, seperti saya, dipaksa membuka kembali lembaran-lembaran sejarah dalam kitab-kitab klasik untuk mencari referensi fakta mengenai pergolakan dan pertentangan pemikiran antara kelompok Islam ekstremis kanan dan Islam ekstremis kiri, termasuk juga kelompok tengah. Dan saya menemukan hal yang sama di tiap zamannya meski dengan wajah yang sedikit berbeda.

Namun dalam pemaparan ini penulis tidak hendak menceritakan sejarah secara panjang lebar, akan tetapi lebih pada substansi pemahaman tentang Islam nusantara an sich, mengesampingkan lebih dulu penjelasan tentang Islam arab yang disebut berbeda dengan Islam nusantara.

Penulis memahami, Islam nusantara bukan aliran atau ajaran apalagi organisasi. Ia adalah sebuah frame pemikiran atau cara berpikir atau kalau dalam filsafat disebut dengan epistemologi. Cara pandang model Islam nusantara banyak dijumpai pada kelompok nahdiyin, para kiai salaf, pesantren salaf, masyarakat awam dan wong cilik (grassroot). Saya katakan demikian sebab cara pandang Islam nusantara, dalam sejarahnya, menurut telaah saya, adalah cara pandang para wali (baca: Walisongo) terhadap Islam dan terhadap dakwah Islam itu sendiri. Thus, terutama wong cilik, adalah salah satu 'objek' penting dakwah utama walisongo--di samping memang para bangsawan atau wong geden.

Bahwa fakta menyebutkan, Islam datang ke Indonesia bukan sebagai kolonial, penjajah. Maka kedatangan Islam ke nusantara sama sekali tidak untuk mengubah wajah nusantara baik dalam budaya, ekonomi sosial dan politik. Yang diubah--kalau boleh dikatakan begitu--oleh Islam adalah dasar keyakinan atau fundamen dari segala hal yang melandasi aktivitas-aktivitas di atas. Yaitu keyakinan yang terangkum dalam lafadz Laa Ilaha Illallah dalam kalbu.

Islam juga bukan arab, sebab Nabi Muhammad adalah rahmatan lil alamin, bukan rahmatan lil arab. Maka kedatangan Islam ke nusantara tidak lantas meng-arabkan Indonesia atau menggamiskan baju koko dan baju batik, melainkan Islam masuk sebagai nilai dan spirit (ruh) ke dalam relung-relung dimensi kehidupan berlandaskan kekuatan tauhid. Tauhid dimaksud tidak melulu bedimensi vertikal yang berarti urusannya keyakinan kepada Allah, tetapi juga mengandung dimensi horizontal yaitu kemanusiaan dan kealaman. Tauhid dalam dimensi horizontal dapat dimaknai ruh dari kesatuan dan persatuan serta lawan dari pertentangan, perpecahan, dan perceraian.

Semangat itu pula yang ditangkap oleh walisongo yang dikenal sangat fenomenal dengan cara-cara beliau dalam menghadirkan Islam di nusantara, terutama Jawa.

Walisongo menyinkronkan, bukan mengganti, ajaran Islam dengan budaya dan kondisi zaman ketika dakwah dilakukan. Sebab semuanya sepakat, selama tauhid/keesan Allah dijaga maka aktivitas--yang oleh mereka sebut sebagai--sinkretis sekalipun dapat diterima dan bukan merupakan tindakan kufur. Salah satu yang dilakukan Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang melalui seni musik dan wayang atau Sunan Kudus melalui arsitektur adalah bukti nyata asimilasi budaya hasil ramuan spirit Islam dengan budaya masyarakat adalah sah dan benar.

Saat ini saya merasa tergesa-gesa dalam mengungkap secara mendalam tentang Islam nusantara. Namun, mudah-mudahan secuil pemahaman ini dapat menjadi pemicu pembaca untuk mengkaji lebih dalam dari banyak perspektif untuk mendapatkan pemahaman yang utuh itu. Bagi kaum Nahdiyyin yang dicontohkan oleh para kiai bahwa sikap kehati-hatian (ihtiath) selalu didahulukan sebelum men-judge sesuatu apakah itu benar atau salah. Apalagi urusan kafir mengkafirkan.

Wallahu'a'lam bisshiwab


tag: 
#islam nusantara menurut ulama
#islam nusantara pdf
#makalah islam nusantara
#apakah islam nusantara itu sesat
#pencetus islam nusantara
#sejarah islam nusantara
#ciri-ciri islam nusantara
#contoh islam nusantara

Navigasi Halaman