Blogger Jateng

Puisi Seorang Petani Yang Pemalu

Kendaraan lalu lalang
Keringat meluber mentari meninggi
Deru bising kendaraan dan orang
Berteriak keadilan

Disakumu ada pena
Kau ambil kau goreskan tapi jangan sembarang
Tak baik mencari nasi dari korupsi
Malulah pada nasi pada petani

Kalau kau memaksa
Tintamu darah lalu kertasmu terbakar
Sebab yang kau goreskan bukan kata-kata tapi api neraka

Aku sering lihat di tong sampahmu amplop
Ada yang bergaris ada juga yang polos
Di matamu itu uang tapi dimata anak istrimu jelas tertulis beras dan lauk pauk

Matamu berbinar melihat kertas merah dan biru berlipat-lipat seperti lemak di perutmu
Namun anak istrimu meregang menjerit 
Terbakar dan gosong
Menjadi sampah peradaban penuh luka dan nanah
Sebab yang anak istrimu makan itu kotoran dan api neraka

Malulah pada sebutir nasi dan sepotong pisang yang menghampirimu atas izin Tuhan
Ia ditanam di sawah dan kebun
Ia dipelihara dipupuk dan disiangi
Ia lepas dari hadangan hama dan binatang
Ia dipetik dan diangkut
Ia melewati keramaian
Tegakah kamu jadikan ia najis karena amplop di tong sampahmu atau kau lumuri tai dengan kartu debit canggihmu


Malulah pada petani
Yang topinya kusut tak seperti dasimu
Yang kakinya telanjang tanpa sepatu sepertimu
Yang alas makannya daun, kertas atau plastik tak seperti paket makanmu

Malulah pada dirimu sendiri
Sebab pada darahmu ada butiran beras dan sepotong tempe
Ada juga cabai milik tetangga yang tempo hari mengirimmu dengan senyum

Malulah pada Tuhan
Wahai para petani
Para petani yang berkursi
Para petani yang berdasi
Para petani dengan pena di saku kiri