Blogger Jateng

Puisi Untuk Karnas

Hari. Minggu. Bulan. Tahun. Sembilan tahun.
Sebuah ukuran waktu yang cukup lama dibanding tiga puluh menit untuk segelas kopi bersama di belakang sana

Kesana kemari tak keruan mencari sepatu yang ternyata digondol anjing ke sarangnya. Itu dia bukan aku.

Berlari mengejar mimpi ke kebun bambu naik turun selokan. Itu aku bukan dia.

Detak jam itu. Musik itu. Lekat sekali. Ini aku dimana.

Wajah-wajah datang berlalu bergerombol, satu, dua, seribu.
Mereka tak ada namun cinta tersisa. Pergi menjauh bak bintang pada entah berantah.

Di atasku langit warna biru, dan di bawahku tanah warna merah. Tak pernah ku lihat warna yang lain. Aku mungkin keliru.

Bus kota melaju dengan kecepatan tinggi berdesakan berjubel semua diam dan banyak berdoa di atapnya ada bendera.

Wajah penuh dosa ditangannya air dan terigu merah tak dapat bicara

Sepertinya menganga merah di wajah-wajah menengadah segera berlalu

Cinta
Berlari. Berjalan. Merangkak. Melata.
Di altar manusia berkeringat cucur sebadan demi apa

Oh

Belum semu