Blogger Jateng

Potret Guru Di Tengah Pandemi

Banyak orangtua siswa yang mengeluhkan kondisi anak-anaknya dalam hal belajar. Kebijakan pemerintah belajar dari rumah via daring dirasa banyak kesulitannya. Kesibukan orangtua mendampingi anak-anak belajar di satu sisi, di sisi lain mereka harus bekerja mencari nafkah atau mengerjakan pekerjaan rumah adalah alasan yang masuk akal.



Bukan hanya itu, belajar dalam jaringan (daring) faktanya menyita kuota internet. Tentunya hal ini menaikkan pengeluaran belanja orangtua siswa. Para orangtua pada gilirannya merogoh saku lebih dalam untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Yang biasanya cukup memberi jajan anak, kini plus harus dengan kuota internet.

Ada banyak pengaduan dan keluhan bahkan memicu kebijakan pemerintah untuk memberikan bantuan dana demi kebutuhan tersebut. Meski demikian, kesulitan mencari nafkah ditengah pandemi Dan kebutuhan pokok yang meningkat adalah satu kisah pilu masyarakat saat ini.

Wacana-wacana di atas adalah potret kekisruhan disebabkan pandemi. Secara nyata bahwa pandemi ini sifatnya global. Sehingga memang bisa dibilang tak ada satu negara pun di dunia yang tak kaget. Bahkan dalam banyak kabar, belum pernah Ada Negara yang berpengalaman menghadapi pandemi ini apalagi sukses dengan mudah. Karena memang pandemi covid-19 ini termasuk baru dan menghenyakkan kesadaran seluruh umat manusia.

Dampak itu pula yang dirasakan oleh seorang guru. Baik guru di sekolah maupun di tempat pendidikan lainnya. Secara fungsi, guru secara mendadak dituntut untuk tanggap dalam merespon kondisi. Disaat pembelajaran tatap muka dihentikan alternatif satu-satunya yang dianggap aman adalah belajar melalui jaringan internet (daring). Guru, mau atau tidak, harus menjadi penggerak dalam pembelajaran model daring tersebut.

Belum berakhir sampai di situ. Kesulitan orangtua siswa dalam mengikuti model pembelajaran daring juga muncul. Tak semua orangtua siswa melek teknologi Dan paham android serta aplikasi. Banyak di antaranya gagap Dan bahkan Tak memiliki android. Baru pada situasi itu juga, seorang guru dituntut sabar Dan mampu membimbing para orangtua dalam mengoperasikan aplikasi tertentu yang dipakai dalam pembelajaran daring. 

Parahnya, banyak guru gagap teknologi. Tuntutan zaman Dan situasi yang sebegitu rumit dibenturkan dengan kemampuan guru tersebut dalam hal teknologi (baca: android), menjadi sebuah kubangan kebingungan yang besar dalam sistem pendidikan Dan pembelajaran versi daring. Memang, seyogyanya Model pembelajaran daring, di samping guru harus menguasai materi pembelajaran, ia juga dituntut mampu merangkai pembelajaran itu dalam media online.

Pada akhirnya, semua kembali kepada guru; mampu ataukah mau berubah Dan berbenah menjadi lebih melek teknologi. Dengan kesadaran bahwa teknologi saat ini tidak bisa dipandang sebagai mode atau lifestyle saja, namun kebutuhan bahkan bisa dianggap pokok ketika dihubungkan dengan pembelajaran siswa saat ini. 

Tanpa Ada kemauan nyaris mustahil Ada perbaikan Kualitas Dan kapasitas guru. Namun dengan kemauan dari seorang guru, kesulitan yang timbul bukan lagi halangan berujung keluhan, tetapi tantangan dan Medan ketulusan dalam pengabdian di Bidang pendidikan.