Blogger Jateng

Contoh Sebuah Essai; Motivasiku Berjualan

 


"List, Mana list?" Sebuah kalimat dalam status WA sering saya tulis. Menjelang sore Hari, saya menunggu list pesanan dari beberapa reseller. Itu salah satu kesibukan saya--jika mau dianggap sebagai kesibukan. 

Akhir-akhir ini di masa pandemi saya disibukkan dengan aktivitas tambahan. Selain tugas pokok profesi sebagai guru, saya menyambi Berjualan. Ya, saya mengisi waktu-waktu tertentu dengan berdagang. 

Beragam komentar dari sana sini, ada yang bernada motivasi, keheranan, positif, atau jugs negatif. Dari awal saya sudah menyadari, itu semua punya konsekuensi. Saya terima apa adanya. 

Dalam diri saya, sedikit banyak, sebenarnya sudah tersemat jiwa wirausaha sejak dulu. Bahkan pernah mengampu mata pelajaran wirausaha dan menjadi Ketua bagian pengembangan wirausaha di SMK. Namun kali ini, dalam situasi dan lingkungan yang baru, jiwa wirausaha saya kembali menemukan bentuk yang lebih konkret. Teman dan rekan kerja  perlahan mulai mengenal saya sebagai penjual, tepatnya pedagang. Parahnya, rekan dekat tak jarang  'mencurigai' kalimat-kalimat dalam percakapan keseharian sebagai tatanan kata berujung promosi. Saya maklumi itu. Karena kebanyakan memang demikian. Narasi-narasi saya selalu mengarah pada barang yang saya jual. Aneh juga tapi memang refleks saja. 

Lebih dari itu, sebenarnya beberapa motivasi saya berjualan menjadi alasan mengapa sampai hari ini profesi sampingan itu saya jalani. Pertama, membantu saudara. Barang-barang yang saya jajakkan semuanya adalah hasil kreasi saudara saya di kampung. Bisa dibilang home industri. Dari mulai kasur busa, es serut durian, durian goreng, kripik tissue, rengginang, atau sayuran. Memang beberapa barang bukan buatan sendiri seperti tape Bandung, Kaukah, atau air kallio. Saya senang ketika saudara saya merasa terbantu. Karena saya juga senang mendapatkan laba dari berjualan barang mereka itu.

Kedua, membantu rekan atau teman kerja yang mau belajar seprofesi dengan saya yaitu berjualan. Di awal berjualan, saya hanya bisa menjual beberapa barang saja. Namun ketika saya merambah ide reseller penjualan meningkat. Meski untung yang diambil lebih sedikit dari hitungan per barang, namun dalam kuantitas banyak, keuntungan itu meningkat. Nampaknya, yang demikian itu bisa dianggap juga sebagai prinsip Rasulullah. Dalam dunia modern disebut Promote. Saya perlahan memahami sebuah adagium "kesuksesan sesungguhnya adalah ketika kau bisa membuat orang lain sukses". Saya juga merasakan senang saat para reseller saya meraup untung dan mereka merasa senang. Itu adalah reward terbesar selain keuntungan secara financial. 

Ketiga, saya ingin menjadi contoh baik bagi anak didik saya bahwa menjadi pedagang adalah contoh jalan rizki yang baik dan halal. Orientasi pendidikan (baca: sekolah) saat ini condong pada keinginan seseorang mendapatkan pekerjaan kantoran. Setelah lulus sekolah lalu melamar pekerjaan lalu bekerja di perkantoran. Padahal, seharusnya berwirausaha juga bisa menjadi pilihan cita-cita. Acapkali bidang wirausaha ini menyesuaikan banyak keuntungan financial dibanding sekedar mengandalkan gaji dari sebuah pekerjaan. Rasulullah sendiri mengabarkan bahwa sembilan dari sepuluh jalan rizki adalah melalui berdagang. Saya ingin menunjukkan pada anak didik saya bahwa gengsi dan rasa malu dalam menjajakkan barang dagangan tidak selayaknya dipelihara. Saya ingin menunjukkan bahwa kesederhanaan, kerja keras, dan keseriusan adalah modal pokok menjalani hidup, tidak hanya sebagai pedagang melainkan sebagai apapun profesi hidup. Ada banyak orang yang menganggap profesi dagang (baca: pedagang kaki lima/asongan) sebagai profesi rendah Dan tidak bergengsi. Mungkin benar begitu tapi Tak Ada yang salah karena memang halal.

Keempat, keuntungan uang. Dari selisih harga saya dapatkan keuntungan. Banyak atau sedikit saya syukuri. Meski belum bisa membuktikan apapun dari hasil jualan itu saya pikir waktu nanti yang akan membuktikan. Selain memang bukan itu yang dituju. Lebih dari it, menutupi kekurangan finansial untuk kebutuhan pokok adalah hal utama. Secara bahwa anak sudah dua memang butuh banyak uang jajan dan resiko kehidupan lainnya. 

Tulisan ini hanya refleksi saja. Syukur bisa menginspirasi tidak pun Tak jadi masalah. Lagi pula masing-masing orang punta motivasi yang sangat mungkin berbeda.