Tulisan ini sebagai refleksi dari pengalaman-pengalaman penulis yang mudah-mudahan bermanfaat bagi pembaca, terutama bagi para orangtua baik sebagai ayah maupun ibu.
Mafhum, pendidikan anak bukan dimulai sejak ia bersekolah, tetapi dari rumah anak itu sendiri. Bahkan sejak dari dalam kandungan. Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan pendidikan mereka di rumah oleh orang-orang terdekat mereka terutama orangtua itu sendiri.
Anak-anak memiliki daya serap otak yang tinggi. Ibarat kertas (dalam teori positivisme), mereka adalah kertas kosong yang bersih tanpa tulisan. Lingkunganlah yang mengisi lembaran-lembaran kertas mereka itu, membekas kuat, dan menjadi karakter anak hingga di kemudian hari saat mereka dewasa bahkan tua.
Dalam tulisan ini, fokus pada pentingnya menanamkan kebaikan pada anak dimulai dari bahasa. Sebab bahasa memuat makna. Kebaikan tentu harus disampaikan dengan bahasa yang baik. Begitupun, bahasa yang baik adalah gambaran dari maksud dan tujuan yang baik.
Mengapa ini penting kita perhatikan? Sebab seringkali ditemukan banyak anak yang berbudi kurang baik dimulai atau ditunjukkan dengan bahasa yang kurang baik. Sebagai contoh dalam bahasa sunda, mari kita bandingkan beberapa kalimat yang baik dan yang kurang baik.
+ : "Bageur, eta punten pang candakeun gelas kadieu!"
- : "heh, eta pang cokotkeun gelas kadieu!"
+ : "ujangna nuju naon kikituanan?"
- : "manehna keur nanahaan kitu teh?"
+ : "geulis, hayu wang belajar nyerat"
- : "barinage kaditu diajar nulis ka indung maneh"
Nah, beberapa contoh di atas hanya secuil contoh berbahasa saja. Sebagai orangtua, penting kiranya memperhatikan pengucapan dan pilihan kata. Selain pilihan kata dan kalimatnya harus baik, nada nya pun harus yang baik, yang halus dan lemah lembut. Sebab sangat berpengaruh pada mental anak dan pada pembentukan akhlak dan karakter anak itu sendiri.
Tentunya bukan hal yang mudah bagi para orangtua. Terutama para orangtua yang memang belum terbiasa berbahasa yang baik. Namun bagaimanapun harus berusaha jika memang ingin anak yang berbudi baik dan berakhlak.
Catatan yang penting pula diperhatikan bahwa anak-anak juga sering memperhatikan ayah dan ibunya berkomunikasi. Maka berhati-hatilah pada saat seorang ayah berkomunikasi dengan ibu, begitupun sebaliknya.
Mafhum, pendidikan anak bukan dimulai sejak ia bersekolah, tetapi dari rumah anak itu sendiri. Bahkan sejak dari dalam kandungan. Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan pendidikan mereka di rumah oleh orang-orang terdekat mereka terutama orangtua itu sendiri.
Anak-anak memiliki daya serap otak yang tinggi. Ibarat kertas (dalam teori positivisme), mereka adalah kertas kosong yang bersih tanpa tulisan. Lingkunganlah yang mengisi lembaran-lembaran kertas mereka itu, membekas kuat, dan menjadi karakter anak hingga di kemudian hari saat mereka dewasa bahkan tua.
Dalam tulisan ini, fokus pada pentingnya menanamkan kebaikan pada anak dimulai dari bahasa. Sebab bahasa memuat makna. Kebaikan tentu harus disampaikan dengan bahasa yang baik. Begitupun, bahasa yang baik adalah gambaran dari maksud dan tujuan yang baik.
Mengapa ini penting kita perhatikan? Sebab seringkali ditemukan banyak anak yang berbudi kurang baik dimulai atau ditunjukkan dengan bahasa yang kurang baik. Sebagai contoh dalam bahasa sunda, mari kita bandingkan beberapa kalimat yang baik dan yang kurang baik.
+ : "Bageur, eta punten pang candakeun gelas kadieu!"
- : "heh, eta pang cokotkeun gelas kadieu!"
+ : "ujangna nuju naon kikituanan?"
- : "manehna keur nanahaan kitu teh?"
+ : "geulis, hayu wang belajar nyerat"
- : "barinage kaditu diajar nulis ka indung maneh"
Nah, beberapa contoh di atas hanya secuil contoh berbahasa saja. Sebagai orangtua, penting kiranya memperhatikan pengucapan dan pilihan kata. Selain pilihan kata dan kalimatnya harus baik, nada nya pun harus yang baik, yang halus dan lemah lembut. Sebab sangat berpengaruh pada mental anak dan pada pembentukan akhlak dan karakter anak itu sendiri.
Tentunya bukan hal yang mudah bagi para orangtua. Terutama para orangtua yang memang belum terbiasa berbahasa yang baik. Namun bagaimanapun harus berusaha jika memang ingin anak yang berbudi baik dan berakhlak.
Catatan yang penting pula diperhatikan bahwa anak-anak juga sering memperhatikan ayah dan ibunya berkomunikasi. Maka berhati-hatilah pada saat seorang ayah berkomunikasi dengan ibu, begitupun sebaliknya.